
Ujung polemik di lembaga KPK akhirnya keluar putusan 51 dari 75 pegawai KPK yang tidak lolos ujian TWK dipecat, sementara 24 lainnya 'lolos' dari pemecatan, dan berhak mendapat pembinaan lebih lanjut. Drama di lembaga anti rasuah itu oleh Pengamat Politik sekaligus Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti menyebut, Rakyat Indonesia, khususnya pegiat anti korupsi, kena prank lagi. Mengapa?, karena Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan KPK menetapkan 51 dari 75 staf KPK yang sebelumnya dinyatakan tidak lolos TWK tetap diberhentikan.
Menurut Ray, Presiden Jokowi sendiri telah menyatakan sikapnya yang pada intinya tidak boleh menjadikan TWK sebagai alasan memberhentikan pegawai KPK. Diketahui, Presiden Jokowi menyebutkan "Hasil tes wawasan kebangsaan terhadap pegawai KPK hendaknya menjadi masukan untuk langkah langkah perbaikan KPK baik terhadap individu maupun institusi KPK dan tidak serta merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes." Nurani '98 ini pun mengatakan, hampir tidak ada tafsir lain dari pernyataan ini kecuali 75 pegawai KPK tersebut harus diterima sebagai ASN. Tak ada tafsir lainnya.
Tapi, hari ini dinyatakan hanya 1/3 dari 75 pegawai tersebut dinyatakan lolos. Apa artinya? Berikut paparan Ray; Pertama, Instruksi Presiden tidak dilaksakan oleh BKN, khususnya dan KemenPAN RB, umumnya. Instruksi presiden itu terang dan sangat mudah dipahami. Maka jika kenyataannya hanya 24 orang yang dinyatakan lolos, artinya instruksi presiden diabaikan dengan kasat mata. Kedua, dengan kenyataan ini, tentu sangat tergantung pada presiden. Bahwa pembantu presiden dengan kasat mata tidak menindaklanjuti presiden, sudah semestinya diberi teguran keras dan sanksi tegas.
Ketiga, dan dengan sendirinya membatalkan SK yang menetapkan 51 pegawai KPK yang baru saja dinyatakan diberhentikan oleh KPK dan BKN. Presiden memiliki kewenangan penuh untuk membatalkan itu. Diberitakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selesai membahas nasib 75 pegawai yang dinyatakan tak lolos asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Rapat digelar KPK bersama Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) di kantor BKN, Jakarta Timur, Selasa (25/5/2021). Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyatakan 51 orang dari 75 tersebut harus dipecat. "Tidak bisa bergabung lagi dengan KPK," ucap Alexander.
Alexander mengatakan kebijakan itu diambil setelah mendengar hasil penilaian asesor. Ia menyebut hasil jawaban TWK 51 orang itu tidak bisa diperbaiki. "Kami harus hormati kerja dari asesor," kata Alex.
Alexander mengatakan, hanya 24 orang yang bisa diselamatkan KPK. Sebanyak 24 orang itu akan didik untuk dijadikan Aparatur Sipil Negara (ASN). "Terhadap 24 orang tadi nanti akan ikuti pendidikan bela negara dan wawasan kebangsaan," kata Alex.
Terkait polemik di KPK, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya angkat bicara mengenai polemik 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPk) yang tidak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dalam proses pengalihan status menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Jokowi mengatakan hasil tes TWK tidak serta merta membuat 75 pegawai KPK yang tidak lolos tes, diberhentikan. (TWK) tidak serta merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes," kata Jokowi dalam pernyataannya yang disiarkan Youtube Sekretariat presiden, Senin, (17/5/2021).
75 pegawai KPK yang tidak lolos tes, yang kemudian dinonaktifkan, kata Jokowi masih bisa menjadi pegawai KPK dengan memperbaiki hasil tes melalui pendidikan kedinasan tentang wawasan kebangsaan. "Kalau dianggap ada kekurangan saya berpendapat masih ada peluang untuk memperbaiki, melalui pendidikan kedinasan tentang wawasan kebangsaan dan perlu segera dilakukan langkah langkah perbaikan pada level individual maupun organisasi," katanya. Jokowi mengatakan KPK harus memiliki SDM yang terbaik dan berkomitmen tinggi dalam upaya pemberantasan korupsi.
Oleh karena itu pengalihan status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) harus menjadi bagian dari upaya untuk pemberantasan korupsi yang lebih sistematis.