
Ketua Badan Pengurus Centra Initiative Al Araf menilai jauh lebih baik jika anggota DPR menyampaikan ke publik mengenai pekerjaan pekerjaan rumah yang perlu dilakukan Panglima TNI baru dalam mendorong reformasi TNI dan transformasi ke arah profesional. Ia mencontohkan anggota DPR bisa menyampaikan bahwa Panglima TNI yang baru perlu mendukung proses reformasi peradilan militer yang akan dilakukan otoritas sipil sebagaimana dimandatkan TAP MPR nomor 6 dan 7 tahun 2000 dan Undang Undang (UU) TNI. Menurutnya hal itu akan membuat perdebatan DPR dalam ruang publik terkait pergantian panglima TNI menjadi lebih substansial.
Hal tersebut disampaikan Al Araf merespons fenomena dukung mendukung anggota DPR kepada kandidat Panglima TNI pengganti Marsekal TNI Hadi Thahjanto yang akan memasuki masa pensiun. Al Araf mengatakan pergantian Panglima TNI memang menjadi hak prerogratif Presiden yang di dalam UU TNI pergantian tersebut perlu mendapatkan persetujuan DPR. Meski demikian, kata dia, pergantian Panglima TNI perlu juga mendengarkan masukan publik dan lembaga independen terkait dengan catatan pelanggaraan HAM, korupsi, dan integritas.
Dalam persepektif transformasi TNI, kata dia, pergantian panglima TN sebaiknya dilakukan secara bergiliran sebagaimana di syaratkan dalam UU TNI. Pola bergiliran itu, kata dia, akan menyehatkan organisasi TNI dalam membangun soliditasdi dalamnya. "Kalau tidak dilakukan bergiliran, ini akan menimbulkan kecemburuan antar angkatan di dalam tubuh TNI dan akan mengganggu solidtas organisaai TNI," kata dia.
Selain itu menurutnya proses pergantian Panglima TNI juga perlu mencari sosok yang dapat mendorong proses reformasi dan transformasi TNI menuju TNI yang profesional yang menghormati hak hak asasi manusia. "Meski proses reformasi dan transformasi TNI itu kewenangannya dilakukan oleh otoritas sipil, namun TNI dan Panglima TNI perlu mendukung dan tidak resisten dalam proses reformasi dan transformasi TNI," kata dia.